Hari ini, hari raya Idul Fitri yang kesekian untuk saya dan melihat berbagai update dari banyak teman mengenai Idul Fitri dalam lingkungan mereka pada beberapa media sosial. Tentu saja ini bukan hal buruk. Sebagai manusia yang pernah hidup pada era 90-an saya sempat merasakan awal perkembangan teknologi komunikasi, perkembangannya sangat cepat menurut saya. Cepatnya perkembangan teknologi komunikasi itu tidak dapat saya rasakan karena saya tenggelam juga di dalamnya.
Dulu teknologi hanya menjadi alat, sekarang teknologi menjadi tempat seluruh kegiatan hidup sehari-hari itu telah meletak, dan itu sepertinya membentuk cara pikir dan cara tindak kita. Ingin serba cepat, ingin mendapatkan banyak hal.
Berangkat dari hal tersebut, ada beberapa hal yang menjadi kondisi mengenai diri kita terhadap teknologi.
1. Pelan
Sekarang kata ‘pelan’, ‘santai’, atau ‘lambat’ menjadi negatif konotasinya. Apakah karena kita pemuja kecepatan?
Balas chat harus cepat, accept friend request harus cepat, update berita harus cepat, mengakses suatu hal harus cepat. As soon as possible sepertinya nyaris menjadi moto bagi semua aspek di dunia ini, apalagi setelah teknologi memudahkan kita bahkan mendukung kita untuk serba cepat.
Apakah dengan berpelan-pelan kita akan benar-benar ketinggalan? Bukankah dengan berpelan-pelan kita jadi penuh penghayatan? Bukankah bercepat-cepat kadang membuat kita menjadi tidak mengetahui apa yang kita kejar? Pasti akan terasa perbedaannya jika kita berangkat kerja yang biasanya dengan kendaraan, lalu pada satu hari kita berangkat berjalan kaki. Akan ada banyak hal yang setiap hari kalian lalui namun tidak kalian sadari. Perbedaan lainnya adalah jika kalian berjalan kaki, kalian akan lebih lelah.
2. Fokus
Fokus mulai sulit untuk diamalkan, kita telah didukung oleh teknologi untuk (merasa) bisa berada dalam keadaan multi-tasking. Sesungguhnya multi-tasking itu cenderung berbahaya and multi-tasking doesn’t work, it gets you nowhere.
Selain itu, karena teknologi komunikasi dan informasi kita jadi memiliki kemudahan mengakses hal-hal yang mendadak kita ingin tahu tapi tidak relevan terhadap tujuan kita. Karena keserakahan, tidak ingin tertinggal. Kita jadi lengket dengan gadget karena hal itu.
Misalnya, ke toilet membawa HP, nonton tivi sambil twitteran, belajar sambil main games. Bahkan mungkin sekarang beberapa sedang berlatih untuk melihat mata lawan bicara sementara tangannya sibuk chatting.
3. Sepi
Kapan terakhir merasakan benar-benar sepi dan sibuk sendiri? Apa saat itu kamu benar-benar sendiri? Sesendirinya kita, kita sendiri bersama. Alone together. Karena dalam kesendirian kita masih dapat mengakses keramaian. Karena masih dikunjungi pesan dari chat, group chat, dan obrolan-obrolan orang di media sosial.
4. Absensi
Gejala FOMO mulai mewabah. Gejala fear of missing out ini adalah takut dianggap hilang dari pergaulan, takut dianggap ketinggalan jaman. Kita dibuat terus harus melapor, melapor melalui media sosial. Padahal, apa salahnya dengan ketidakhadiran? Apa salahnya dengan mengada di realitas yang sedang kita jalani di depan mata kita?
5. Berkecukupan
Salah satu dampak teknologi informasi adalah kita menjadi sulit untuk merasa cukup. Banyak cara dan kemudahan untuk mencapai suatu informasi. Bagus jika informasi yang kita dapatkan adalah informasi yang valid, bagaimana jika informasi yang didapatkan adalah palsu? Sudah kepo sedemikiannya ternyata informasinya palsu, sia-sia lah waktu kamu. Mungkin tantangan manusia saat ini adalah melatih diri mereka untuk merasa cukup dan tidak merasa tersiksa apabila tidak menuruti hasrat sesaat.
Pandai-pandailah bersiasat, dan sepakati dengan diri sendiri bahwa teknologi hanyalah alat.
Selasa, 21 Juli 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar