Kamis, 16 Juli 2015

Degradasi Istilah

Ada istilah mulutmu harimaumu apa yang hendak kamu katakan harus berhati-hati. Memang kata kadang mempunyai banyak makna, tetapi tidak semua memahami apa makna sesungguh kata tersebut. Banyak orang yang memlintirkan makna dari sebuah kata. Akhirnya orang memahaminya dengan makna yang tidak sebenarnya, ini yang membuat keliru. Ironisnya lagi kekeliruan ini, seperti sudah biasa dan terbiasa sehingga orang tidak tau apa makna yang sesungguhnya dari sebuah kata. Parahnya lagi kekeliruan membuat pola pikir seseorang yang mempengaruhi tindakan dan tingkah lakunya.

Misalnya saja pada ketiga kata berikut, selat, pulau terluar, pribumi dan non-pribumi. Ingatkah kalian dahulu, tentang pelajaran ilmu pengetahuan sosial. Mungkin pertama kali bapak atau ibu guru mengajarkan saat sekolah dasar. Entah mengapa bapak atau ibu guru mengartikan selat sebagai laut yang memisahkan dua pulau. Memisahkan, ini yang perlu digarisbawahi dan ditekankan. Iya memisahkan. Padahal menurut kamus besar Bahasa Indonesia sebagai rujukan, selat mempunyai pengertian laut diantara dua pulau. Tidak ada kata memisahkan, entah mengapa kebanyakan bapak atau ibu guru mengajarkan memishkan. Mengapa tidak menyebutkan menghubungkan. Itu kan lebih baik daripada memisahkan. Sepele sih tapi........

Sabang, Merauke, Miangas, Pulau Rote, Entikong, Sipadan dan Ligitan. Sekarang Sipadan dan Ligitan bukan milik Indonesia. Internasional Court of Justice (ICJ) atau lebih familiar Mahkammah Internasional, pada tanggal 17 desember 2002 memutuskan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan bukan merupakan bagian dari NKRI. Dari sebanyak tujuh belas juri hanya satu yg memihak ke indonesia. Alhasil sah secara hukum internasional sipadan ligitan bukan lagi milik indonesia. Lalu yang lebih menyakitkan lagi, salah banyak dari satu alasan adalah malaysia telah membangun sarana dan prasarana di kedua pulau tersebut. Lucu memang tetapi itulah kenyataannya. Sebenarnya yang mau dibahas ya tentang makna sebuah kata. Sebagian orang sering menyebut Sabang, Merauke, Miangas, dan Entikong dengan sebutan pulau terluar atau wilayah terluar. Terluar. Luar berarti daerah tempat dan sebagainya yang tidak merupakan bagian dari sesuatu itu sendiri. Pengertian tersebut berasal dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Mengapa mulai dari presiden pejabat dan tetek bengeknya menyebutnya terluar, padahal secara sah dan resmi pulau-pulau dan wilayah tersebut milik Indonesia dan merupakan bagian dari NKRI. Bahkan, media, kalangan intelektual, dan akademisi pun tetap menyebutnya TERLUAR. Hanya segelintir org saja yang menyebutknya terdepan. Tanya mengapa? Sepele sih, tapi...........

Kata yang terakhir akan saya bahas adalah pribumi dan non-pribumi. Istilah ini muncul sejak zaman kolonial Belanda. Mereka sering menyebutnya inlanders. Kalau menurut orang Indonesia adalah pribumi. Memang istilah atau kata tersebut digunakan untuk membeda-bedakan antara penduduk lokal dan orang asing atau bahasa kerennya rasis. Rasisme memang isu lama yang masih ada sampai sekarang. Namun, pribumi dan nonpribumi pada zaman sekarang khususnya di Indonesia digunakan untuk membedakan antara warga asli Indonesia dengan warga keturunan tionghoa. Diskriminasi sempat terjadi pada mei 1998 dimana runtuhnya rezim orde baru, tetapi saat itu entah siapa yang memulai sampai pada akhirnya terjadi kericuhan yang berujung kerusuhan massal dan sampai pembakaran dan penjarahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pribumi berarti penghuni asli yang berasal dari tempat yang bersangkutan. Istilah pribumi dan nonpribumi cenderung rawan menimbulkan konflik.

Seperti pada awalnya saya katakan, memang salah memaknai suatu kata atau penggunaan suatu istilah yang keliru terlihat sepele, tetapi saya sangat tidak setuju. Misalnya saja ,istilah selat adalah laut yang memisahkan antara dua pulau, seolah-olah ini menimbulka mindset atau pola pikir terpisahkan, atau terkotak-kotakan. Orang yang tinggal di Pulau Jawa dipisahkan dari yang tinggal di Pulau Kalimantan, yang tinggal di Pulau Kalimantan dipisahkan dari orang yang tinggal di Pulau Madura, dan begitu seterusnya untuk pulau-pulau lainnya. Padahal Indonesia adalah negara kepulauan. Oleh karena itu, mereka menjadi merasa dirinya sendiri bukan satu indonesia, lain hal jika digunakan istilah menghubungkan, antara Pulau Jawa, Pulau Kalimantaan, Madura, Pulau Sumatera dan pulau lainnya. Mereka terhubung mempunyai hubungan. Akibatnya dari penggunaan istilah itu adalah rawan konflik dan itu yang sering terjadi negeriku tercinta Indonesia Raya.

Adalagi penggunaan istilah pulau terluar. Seperti tadi terluar berarti, bukan bagian dari sesuatu. Kalau Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan (dahulu sblm milik malaysia) sering disebut pulau terluar Indonesia, tak heran jika negara tetangga Malaysia mengambilnya. Mungkin Malaysia sering mendengar presiden menyebutkan pulau terluar sehingga berani membangun karena dua pulau tersebut bukan milik Indonesia. Selain itu, karena pejabat negara menyebutkan pulau terluar terluar berarti bukan milik Indonesia mereka malas membangun sarana dan prasarana disana. Liat saja kebanyakan pulau-pulau terdepan dan daerah terdepan tak tersentuh oleh nikmatnya pembangunan. Memang itu sepele, tetapi sudah ada buktinya ada pulau yang akhirnya "direrbut" oleh negara tetangga. Jadi, kalau anda sekalian masih mau menyebutkan pulau terluar jangan heran kalau di masa mendatang ada pulau yang hilang lagi diambil negara tetangga.

Dan yang terakhir penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi sudah tidak tepat lagi. Menurut saya, pribumi dan nonpribumi bukan berarti warga atau penduduk asli. Sepele sih tetapi, jika digunakan tidak tepat istilah ini sangat rawan menimbulkan konflik. Lebih baik pribumi diartikan seperti ini, pri dapat diartikan pro atau setuju atau benar. Bumi berarti merujuk pada negara, negara lebih sempit lagi merujuk pada rakyat. Jadi pribumi adalah prorakyat memihak rakyat, dan non pribumi adalah tidak prorakyat. Jadi, Soe Hok Gie, Kwik Kian Gie, Tan Malaka, sampai Lim Swie King mereka adalah pribumi karena mereka membela rakyat Indonesia melalui caranya masing-masing. Dan yang seharusnya disebut non pribumi adalah mereka-mereka yang mengaku lahir di Indonesia, tinggal di Indonesia tetapi tetap menggerogoti hak rakyat dengan korupsi (Kelvin)

0 komentar:

Posting Komentar